Siang itu matahari sangat bersemangat untuk bersinar,
sehingga setiap manusia tahu bahwasannya musim panas akan tiba dekat-dekat ini.
Di siang yang panas itu saya rela berjibaku melawan malas dalam diriku dan
beradu keberuntungan di atas bis merah lambang perjuangan mahasiswa Indonesia
di Mesir, ya 80 coret. Hari itu saya beruntung karena mendapatkan kursi kosong
di dalam bis plus uang ongkos yang gratis dibayarkan oleh teman ,
tinggal duduk kemudian menikmati perjalanan menuju darosah untuk acara seminar
kepemimpinan yang diadakan PPMI. Sempurna.
Beberapa menit berlalu. Bis sempat mogok—mungkin
ingin protes karena sering diisi penumpang di luar kapasitas-, kemudian bis sekonyong-konyong
melewati jalan-jalan yang penuh dengan pengendara edan—mereka lebih rela
menekan klakson kencang-kencang daripada menginjak rem apalagi menyalakan lampu
sen atau reting-. Sepanjang perjalanan saya lebih sering memerhatikan layar handphone
ketimbang melihat pemandangan di jalan, ah jalanan di kota ini persis seperti
mainan anak TK yang lupa dirapihkan. Lucu,penuh teka-teki dan tentu semaraut.
Tiba-tiba saja saya dikejutkan dengan sosok
laki-laki—yang amat jago bermain bola dan suka buat ramai grup WA, Fikri Bule. Dan
tiba-tiba juga dari arah belakang menyusul seorang yang wajahnya koperatif—saya
suka dengan senyum tipisnya, rasanya seperti irisan lemon untuk segelas teh dingin-, Ilham namanya.
"Eh bule, mau ke mana?" Tanyaku
menyapa.
"Itu ke acara seminar." Jawabnya singkat.
"Oh," jawabku datar dan untuk Ilham
saya lebih ingin memberinya senyuman singkat—tentu tujuannya sama dengan Bule-.
Beberapa menit kemudian berlalu. beberapa orang
turun dari bis dengan buru-buru, dengan omelan berbahasa asing atas sikap sopir
yang ugal-ugalan, dengan cuek atas mobil yang menyalip dari samping dan
beberapa orang juga naik dengan raut wajah yang berbeda, tujuan yang berbeda,
atau bahkan niat yang berbeda.
Beberapa meter lagi sampai di belokan terakhir
menuju Mahattoh Darosah.
"HP saya diambil sama orang itu!"
seru Ilham datar yang berdiri disamping bangku yang kutempati sambil menunjuk
penduduk pribumi—orang asli Mesir karena saya warga asing- bersweater merah
lusuh dan berwajah sempoyongan.
Ya Allah.saya dan teman saya sudah siap maju
mendatangi pribumi haromi lusuh itu.
"Eh udah ini, ini HPnya sama saya
lagi." Ilham tiba-tiba mencegah, menahan saya.
Sisanya adalah tatapan kami yang saling beradu
dengan haromi itu. Saya perhatikan siapa saja komplotannya dan saya hapalkan
benar-benar wajahnya—dengan cara yang diajarkan ayah untuk menghapal huruf
hijaiyah-. Akhirnya bis sampai di Mahattoh Darosah dan sekali lagi saya
perhatikan mereka, haromi sialan itu.
"Tadi dia lewat samping saya gitu, terus
tiba-tiba dia ngambil HP di sini." Seru ilham sambil menunjuk ke arah saku
jas yang ia pakai.
"Tapi saya kerasa dikit. Pas saya nengok
si haromi belom sempet ngumpetin HP saya." Lanjut Ilham.
"aizz ee?, enta min andunisi wa
la malaysi? Ana indi shodik min andunisi !" Ilham meniru gaya
haromi yang mati kutu, kepergok telak!
Betapa beruntungnya si haromi berurusan dengan
Ilham yang dibalas senyum dan permintaan untuk mengembalikan handphonenya.
Coba saja berurusan dengan saya, sudah saya teriaki haromi dan saya pukul—lebih tepatnya
meminta mahasiswa Indonesia yang lain untuk bareng-bareng memukul-.
Acara seminar pun selesai. Bang Abay keren, pak
Krisna keren, pak Gamal juga keren dan saya tidak keren,karena tidak dapat
hadiah umroh. Tapi saya terhibur dengan isi pidato narasumber dan semangat
mahasiswa atas perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.
Kembali ke dalam bis merah 80 coret. Sekarang perjalanan
pulang dan saya kurang beruntung tidak mendapatkan bangku bis kosong—saya
biarkan mahasiswi banat untuk duduk, setidaknya agar mereka menilai
bahwa kaum Adam adalah hebat-.
Bis berjalan tidak terlalu cepat karena jalanan
penuh dengan kesemerautan. Penuh dengan pedagang, pejalan kaki nekat,dan mobil-mobil
yang dikendarai oleh orang-orang yang kurang waras. Beberapa penumpang menaiki
bis. Ibu-ibu yang buru-buru, anak muda yang masa bodo dengan sekitar, kakek
yang berusaha melangkah masuk, dan si sialan itu. Si haromi sialan itu!
"Belom ganti baju aja udah nekat mau
nyolong lagi!" benakku dalam hati. Dan memang betul penampilannya belom
berubah ketika saat kepergok oleh Ilham.
"Pal, jund! Itu haromi yang mau nyolong HP
Ilham. Ayo perhatiin sama liatin dia." Pintaku pada Naufal dan Jundi
sambil menggerakan kepala isyarat tanda kepada haromi sialan itu.
Tidak butuh waktu lama haromi itu menyadari
bahwa saya memperhatikannya. karena saya berdiri menghadap haromi itu bukan menghadap
jendela bis dan mata saya fokus melihatnya. Tiba-tiba saja haromi itu melangkah
maju kearah saya.
Jarak saya dengannya 5 jengkal. Dia melotot
kearah saya, cih mata sayup dan loyo saja belagu. Saya tak gentar —hanya
pelototan ibu saja yang saya takuti-.
Kemudian dia persis berdiri dibelakang saya. Saling
membelakangi, saya bersiap untuk banyak kemungkinan. Tapi tiba-tiba dia pergi ke
arah belakang lagi.
Sepertinya mahasiswa Indonesia yang duduk di
bangku belakang telah menyadari gerak-gerik haromi itu—yang ketika turun bis
saya tanya, dan benar ternyata mereka tahu bahwasannya dia haromi saat
perjalanan berangkat sudah berulah-. Kemudian seperti ada percakapan diantara mereka dan beberapa dari
mereka memainkan HPnya—lebih tepatnya merekam-.
Oh God, entah si haromi ini kurang
beruntung atau dia memang gadungan. Gerak-gerik haromi dan komplotannya terbaca.
Diketahui jelas-jelas.Dan saat bis mulai berjalan pelan haromi dan komplotannya
mulai meringsuk pelan kearah pintu yang berada di belakang. Sepertinya mereka
menyerah atas aksinya hari itu. Hendak turun.
Dan tiba-tiba haromi sialan itu mengangkat
tangannya, melayangkan jari tengah ke arahku.Kurang ajar apa-apaan ini.
Ini saatnya mempraktekan film barat yang saya
sering tonton—bukan acara teletubies pastinya-, tanpa pikir panjang saya balas.
Fuck you! Fuk off! Middle finger up buat haromi itu. Saya angkat tinggi-tinggi
lengan saya dan saya layangkan jari tengah tegas teracung kearah haromi sambil
sedikit mengerutkan dahi dan menggigit kecil bibir bagian bawah. Persis seperti
adegan salah satu aktor di film hunger game.
Dan tahu apa sensasinya melakukan gerakan tubuh
tadi di tengah keramaian, di tengah-tengah orang asing, di panasnya siang hari
pada haromi sialan itu? Sensasinya sama ketika kamu mencetak gol penentu
kemenangan , ketika kamu dapat segelas es teh di siang bolong. Begitu hebat dan
plong. Ya gerakan tadi mewakili segala kata-kata, perasaan, dan isi hati
yang terlanjur geram atas ulah haromi selama ini. ini keren dan penuh dengan perayaan.
Tapi diakhirnya saya beristigfar, saya
mahasiswa al-Azhar. Astagfirullah.
Jadi tetap
waspada di manapun kalian berada, walaupun katanya di musim panas kejahatan
bakal berkurang. The best defense is you!!!
0 Komentar