Sudah dua tahun—kurang sih—saya belajar di universitas al-Azhar, yang konon katanya adalah impian setiap orang Indonesia untuk mencari ilmu agama. Tapi, walau seagama dan sesakral apa pun, kampus ini tetap digambarkan dengan adegan yang ada di film Ayat-ayat Cinta oleh penduduk negara +62. Kamu, Fahri—yang ganteng dan baik tanpa cela—adalah orang yang paling bertanggung jawab atas segala ekspektasi orang-orang terhadap mahasiswa al-Azhar yang nyatanya itu ngga malaikat-malaikat amet.

Suatu hari tante saya bertanya, “Ziz, sekarang kuliah di mana?”
“Di al-Azhar Wa…” Jawabku sekenanya.
“Yang di mana? Yang di  Ciputat apa Kebayoran?”
“Lah, yang di Mesir lah Wa…”
“Emang ada ya, yang mana?” selidik tanteku.
“Itu loh Wa, yang Fahri di Ayat-Ayat Cinta…”

Kalian tahu dong arah pembicaraan ke mana. Ya, jadi lebih seperti spoiler sebuah film lawas, eh, ngga lawas-lawas amet sih, kan ada Ayat-Ayat Cinta 2 yang tayang tahun lalu. Dan saya lebih menjadi lawan yang defensif seketika, saya hanya menjawab “oh”, “iya”, dan “heem” dibanyak dialog yang panjang dan membosankan. Sejujur-jujurnya saya belum pernah melihat film Ayat-Ayat Cinta pertama, dan adapun yang kedua saya menonton karena terpaksa, saat itu sedang ada nonton bareng dan kebetulan kuota saya sedang habis. Ya, lebih aman dibilang mahasiswa Azhar penganut Ayat-Ayat Cinta dari pada mahasiswa Azhar penggila PUBG. Eh, haram ngga sih?

Setelah menonton Aya-Ayat Cinta 2 saya jadi bersyukur tidak pernah menonton yang pertama. Kenapa? Muka gila, saya harus jadi seperti Fahri yang baiknya minta ampun, ganteng plus pintar bintang tujuh, sudah gitu hidupnya di Edinburgh yang kalau duit jajan saya di Mesir selama satu bulan itu di sana hanya cukup untuk dua hari. Kalau jadi malaikat itu ya, yang real-real aja lah.
Tapi tolonglah masyarakat Indonesia, berhentilah mengekspektasikan kita dengan Fahri. Fahri itu ada dunia yang berbeda. Jadi, sudah cukup memulai pembicaraan tentang  kuliah di Mesir dengan Fahri. Apalagi dengan si Taqi. Taqi Abdullah maksud saya.

Saya yang jelas-jelas berkuliah di al-Azhar Mesir ini lebih bangga menganalogikakan kampus ini dengan kampus Hogwarts dari pada dengan apa yang ada di Ayat-Ayat Cinta. Saya bahkan berani mengatakan kampus al-Azhar ini lebih dari Hogwarts. Di sini kamu tidak sekadar hanya membutuhkan magic, kamu perlu lebih dari itu untuk mengalahkannya.

Nih ya, di sini itu kalau kalian tinggal di daerah Hay Asyir atau di district sepuluh yang membutuhkan jarak tempuh itu sekitar lima puluh menit –tidak dihitung dengan macetnya—untuk ke kampus.  Dan yang lebih apesnya lagi hanya ada satu jurusan bis yang bisa menuju kampus secara langsung dari Hay Asyir. Belum lagi bis itu pasti sesak jika ada di jam aktif, ditambah banyaknya pencopet yang mengintai. Dan satu lagi, sikap yang membuat kaum Adam menjadi selalu salah di mata kaum hawa,  sikap bagaimana yang pas untuk memberikan jatah kursi yang kami duduki untuk mereka yang muda—kalau yang tua jelas kami berikan secara otomatis. Jelaskan harus bagaimana kami wahai kaum hawa yang muda, ya yang muda! Nah, kebayang dong kalau kita sedang di Hogwarts. Tinggal naik sapu terbang, wush, langsung deh sampai tanpa ada drama.

Jika sudah di depan kelas jangan langsung percaya diri, ada kemungkinan bangku penuh dan pahit-pahitnya kamu akan terkunci dan berada di luar kelas. Jika sudah begini kita yang tidak bisa menggunakan mantra Aresto Momentum yang bisa memperlambat waktu dan Alomohora untuk membuka segala yang terkunci harus bersabar menunggu matkul setelahnya. Repotnya lagi kadang jika sudah di kelas belum tentu kita akan mendapatkan penyampaian dosen yang jelas. Selain karena mik atau speaker yang entah buatan Cina belahan mana. Terkadang dosennya juga sudah cukup tua dan berbicara dengan Bahasa Arab yang tidak sesuai kaedah secara cepat pula.
Wah, kalau sudah seperti ini saya sangat ingin belajar mantra Legillimen agar bisa masuk dan membaca pikiran orang. Saya akan sekalian menggunakan mantra Legillimen ini untuk dosen. Ya, dari pada ngebaca pikiran kamu yang suka absurd gitu. Ehehe.

Tapi proses apapun dari perkuliahan yang paling menyebalkan itu ketika ijroat atau mendaftarkan diri sebagai mahasiswa yang terdaftar di fakultas sesuai tingkatannya. Jangan pernah kalian berpikir administrasinya yang mudah seperti di Indonesia, tinggal duduk dan klik! Uang sudah tertransfer. Di sini kita alergi dengan berbagai macam bentuk kemajuan teknologi yang membuat kita lembek, ehehe. Di sini kita akan diuji seberapa baja hati dan kaki kita. Untuk administrasi pembayaran uang visa, ijroat, bahkan untuk beli buku pun harus mengantre. Antreannya bukan yang hanya 10 orang atau 15 orang, bisa beratus-ratus orang loh.

Kalau sudah masa-masa administrasi, antrean akan menjadi seperti rapat PBB, kalian akan mendengar dan melihat berbagai macam bahasa dan warna kulit. Tapi yang paling membuat kita ingin marah adalah mereka yang suka menyerobot antrean. Sudah antreannya panjang, kemungkinan dapat membayar administrasi pendek, masih saja ada yang menyerobot. Ingin rasanya saya menyumpahi degan mantra Avada Kadavra agar para penyerobot itu terpental jauh entah kemana kemudian menghilang.

Yah, tapi lagi-lagi itu hanya sebuah imajinasi yang saya khayalkan ketika segala kepengurusan administrasi di sini amat sukar. Dari pada kalian mengimajinasikannya dengan adegan di film Ayat-Ayat Cinta seperti  Fahri yang jika pulang dari kampus selalu melewati Piramid dan ketika membuka kaca jendela rumah langsung melihat pantai yang indah. Itu semua bohong, bohong banget, hoax, adanya kita akan melihat pemandangan macet di jalanan, bunyi klakson kencang yang tercecer, dan jika kita membuka jendela rumah akan terlihat langsung tembok gedung rumah sebelah yang coklat dan lusuh. Duh!

Jadi ya segala hal mantra yang saya sebutkan tadi itu tidak akan berguna sama sekali di al-Azhar ini. Coba kalian teriakan, “Avada Kadavra!” sambil mengayunkan pensil kalian di tengah keramaian antrean. Pasti kalian akan ditertawakan dan mungkin salah satu mahasiswa Mesir akan mengatakan, “fih eih ya magnun!?”. Maka dari itu, kuliah di sini ngga semanis apa yang kalian lihat di film  Ayat-Ayat Cinta atau di Ketika Cinta Bertasbih. Jika kampus al-Azhar ini lebih dari film Hary Potter dengan Hogwartsnya, mungkin iya. Karena untuk menaklukan al-Azhar itu membutuhkan lebih dari sekadar magic.

Oh iya, yang seperti adegan di film Ketika Cinta Bertasbih. Ketika Azzam menolong Anna kemudian ia seketika berterimakasih dan menayakan namanya  si Azzam, itu sama sekali fiktif belaka. Coba saja kamu tolong ukhti-ukhti di jalan, ya paling manis sih diucapin terimakasih. Pahitnya ya ngeleos aja langsung. Karena cinta kadang sekejam itu. Mamam tah!