Diakhir Petang, Untuk Kairo

Diakhir petang yang suara-suara semakin tenggelam

Berbarengan dituntun matahari kea rah timur; persis bocah dengan bapaknya
Tapi, rindu dan resah ini semakin berisik. Mengalahkan suara klakson mobil yang tak sabaran
menyebut-nyebut namamu sekaligus membisukan kata hati
“sayang, nyatanya kota ini lebih manis darimu”
Ya, seperti senja yang bisa menjadi buku tafsir. Mengartikan arti pergi

Diakhir petang dengan pintu-pintu mulai ditutup rapat
Hatiku berbeda, ia mulai terbuka. Melebar menjadi lapangan perang
Peperangan batin yang panjang. Antara terus menawanmu atau melepasmu
“kamu dan aku bisa jadi cerita peperangan”. Seperti yang aku baca di perpustakaan tua kota ini.
Aku adalah seorang ksatria yang bodoh. Tidak tahu cara menaklukanmu

Diakhir petang dengan menara masjid yang semakin terang
Berseberangan dengan pikiranku yang gelap, pekat
Tergesa-gesa dengan payah ke sudut itu. Persis di samping tembok lawas
“aku mencoba menemukanmu di dalam sujud”
Berkata dari bawah untuk yang maha atas. Berikan aku keajaiban atau sekedar alasan
 Untuk tetap mencintai Kairo