Setiap waktu yang ada di samping
kamu adalah kincir angin yang selalu berputar. Entah lambat ataupun cepat.
Membawa kenangan yang amat memorial Sedih, biru cinta, haru bahagia atau kejamnya amarah dan emosi-emosi yang lainnya. Maka seiring antagonisnya waktu-yang datang dan pergi tanpa permisi-itu semua bisa terkikis dan hanya menyisakan secuil dari ingatan di kepala yang bagai selembar kertas di tengah lautan luas. Mudah hilang dan tersesat. Tapi, dengan tulisan semua kenangan itu kamu bisa jadikan kotak ajaib abadi yang relevan dengan waktu. Silahkan buka kotak ajaib itu untuk mengulang masa lalu dan ambil pelajaran untuk masa yang akan datang.
Membawa kenangan yang amat memorial Sedih, biru cinta, haru bahagia atau kejamnya amarah dan emosi-emosi yang lainnya. Maka seiring antagonisnya waktu-yang datang dan pergi tanpa permisi-itu semua bisa terkikis dan hanya menyisakan secuil dari ingatan di kepala yang bagai selembar kertas di tengah lautan luas. Mudah hilang dan tersesat. Tapi, dengan tulisan semua kenangan itu kamu bisa jadikan kotak ajaib abadi yang relevan dengan waktu. Silahkan buka kotak ajaib itu untuk mengulang masa lalu dan ambil pelajaran untuk masa yang akan datang.
Dan bagaimana kamu harus memulai
tulisan? Kamu hanya harus menulis. Siapkan
kertas dan pensil, laptop atau alat yang bisa kamu tuangkan emosi dan isi kepala
kamu pada tulisan. Biarkanlah itu mengalir. Biarkanlah paragraf-paragraf dan kata-kata
itu tersusun apa adanya. Silahkan kamu tuangkan sepuasnya pada tulisan. Karena tentu
siapa lagi yang mau menelan bulat-bulat
emosimu kecuali hanya kepada tuhan dan selembar kertas kosong.
Pada suatu hari kamu ingin
menjadi putri langit, atau seorang backpacker yang berkelana ke setiap
negeri. Silahkan kamu menjelma menjadi apapun yang kamu inginkan, balikkan
keadaan apapun. Buatlah itu sesuka hatimu. Tulislah dan biarlah kertas dan
tinta itu menjadi satu kenyataan dengan khayalanmu. Silahkan orang lain mau
berkata apapun. Yang nyatanya fiksimu adalah nyata, utuh dan kongkrit di
kepala.
Atau pada saat kamu geram dengan
kepemerintahan yang menjadikan bangsa sebuah layang-layang terbang di musim
hujan. Bersuaralah. Bersuara dengan tulisan yang nyaring dan lantang. Melebihi
seribu aktivis yang memenuhi jalan. Dan saat para tokoh agama begitu pandai menaklukan
kegelisahan pendengarnya diatas mimbar. Maka kamu berhak untuk menulis isi kegelisahan
manusia pada selembar kertas yang penuh dengan penghayatan total. Karena tulisanmu berhak mengubah takdir yang ada.
Di saat kamu mulai jatuh cinta
pada seseorang dan entah bagaimana mengungkapkan perasaan yang menghujan di hati tapi membatu di lidah. Tulislah perasaan yang amat liar itu pada semestanya kertas. Simpanlah pandai-pandai pada lembar yang tak berujung dan
silahkan jinakan. Atau ketika kamu patah hati yang begitu remuk dan hancur, maka
balas dendamlah dengan dalamnya tinta yang kamu taruh dengan pembatas sepasi
untuk menangis. Dan kenanglah semua itu dengan puisi atau karya tulis yang suatu
saat nanti membuatmu tertawa dan tersipu. Hanya untuk sekedar mengenang
senyumnya. Pembalasan yang indah sekaligus pedih.
Karena tulisan adalah tindakan yang paling tepat untuk mengungkapkan apa-apa yang tak mungkin. sebuah tulisan adalah tuhan sekaligus mahluk yang bisa kamu ciptakan dalam satu kesatuan.
Pada akhirnya tulisan adalah
mantra dan meditasi diri kita untuk menjadi abadi. Membuat sebuah ruang yang
anti basi di tengah keugalan waktu. Karena menulis memperpanjang ada-mu di
dunia. Lantas siapa yang tidak tahu
dengan sejarah orang besar. Sebut saja;
Jendral Soedirman, Ir. Soekarno, Imam Bondjol, Diponegoro, Abraham Lincoln dan tentu nabi tercinta kita Muhammad shallahu a’laihi
wassalam. Hingga kini nama mereka disebut entah dibangku kelas atau bangku
parlemen, diingat setiap genarasi. Tentu karena karya tulis seorang sejarahwan. Karena orang yang benar-benar hidup adalah orang yang sudah tiada tapi namanya masih disebut dan diceritakan.
“KETIKA SEBUAH KARYA
DITULIS, MAKA PENGARANG TAK MATI.
IA BARU SAJA MEMPERPANJANG UMURNYA”.
(Helvy Tiana Rosa)
“ORANG BOLEH PANDAI
SETINGGI LANGIT, TAPI SELAMA IA TAK MENULIS IA AKAN HILANG DI DALAM
MASYARAKAT DAN DARI SEJARAH”
(Pramoedya Ananta
Toer, House of Glass)
0 Komentar