Selasa pagi itu cuaca sedang sedikit murung, matahari dan awan berebut tempat di atas langit sana, angin bertiup sedikit geram—mencoba menerbangkan debu-debu jalanan, setiap mahasiswa di negeri ini pun tahu bahwa musim dingin sudah mulai merambat dan menjadi lebat. Saatnya mengencangkan durasi tidur. Eh, maksudnya mengencangkan ikat pinggang untuk tetap bersemangat dan beraktifitas.

Jalanan waktu itu sepertinya menjadi pangling, sedikit ramai. Mungkin sebabnya kemarin malam banyak sekali share-share-an yang mengusik mahasiswa Indonesia untuk keluar dari pertapaannya. Ya, bapak Usman Syihab mendapatkan surat teguran dari Al-Azhar tentang adanya absensi di kampus dan banyaknya mahasiswa yang alpa. Banyak sekali muka asing—berwajah Asia yang melemparkan pandangannya ke ujung jalan untuk menunggu bis merah dengan papan bertuliskan angka 80 dan garis horizontal melintang tepat di tengah angka itu .  Singkatnya mahasiswa di sini menyebut bis itu, “Delapan puluh coret.” Entahlah apa yang dimaksud dengan tanda “coret” itu, dan apa motivasi juga spirit dari si pembuatnya. Tapi menurut saya 80 coret itu adalah sebuah lambang perjuangan bagi mahasiswa di sini.

Nah sebenarnya baru di sini saya ingin memulai tulisan ini, kenapa? Lihatlah di depan sana ada seorang yang juga sedang menunggu bis bernama Maulana Abdul Aziz, otak dari segala gegap-gempita yang ada di Maulanaisme.comnya itu. Tapi biasa saya panggil mang Maul, karena kalau dipanggil mang bakso dia tidak menjual bakso dan tidak nyambung. Akhirnya kamipun menaiki bis yang sama dan kebetulan jarak tempat saya berdiri dengannya amatlah dekat—tapi ngga seperti yang di iklan Closeup ya. Perbincanganpun dimulai, dan silahkan tebak apa isi perbincangan itu.  ~Wik wik wik.

Yaps, bisa saya bilang tulisan ini adalah surat terbuka untuk mang Maul dan Zaahera. Kalau kalian mau bilang tujuan saya menulis ini untuk mencari viewer blog inipun tidak salah, tapi jika untuk mencari sensasi ya tentu tidak benar, karena yang Maha Benar hanyalah Allah semata. Intinya saya hanya ingin menuliskannya saja.

Assalamulaikum mang Maul, bagaimana kisah pengembaraanmu di suatu tempat dekat pantai di sana? Saya berharap air dan ombaknya masih ada, kemudian semoga perilaku menggemaskan burung Camar bisa menghibur ya.

Selamat datang lagi di Kairo, tempat suara klakson lebih cepat berbunyi dari laju mobilnya.

Suatu hari saya keluar rumah untuk salat dzuhur, saya dikagetkan oleh beberapa orang yang berada persis di depan tralis pintu rumah mang Maul yang tertutup rapat—salah satu dari mereka memakai kemeja safari lengkap dengan emblem angkatan yang menghiasinya. Di dalamnya, salah satu penghuni rumah mencoba menahan—mungkin lebih tepatnya menjawab pertanyaan tamu-tamu itu. Dari salah satu tamu itu terdengar pertanyaan yang menanyakan keberadaan mang Maul. Adegan ini persis dengan acara gosip di Indonesia. Ketika wartawan datang memenuhi, kemudian menunggu di depan rumah salah satu pasangan artis yang bercerai secara tiba-tiba, alih-alih yang membukakan pintu adalah si artis itu sendiri. Eh, malah pembantunya. Ya kali, horang kayah buka pintu sendiri. Secara langsung saya teringat tulisan kontroversial di Maulanaisme.com yang telah terhapus itu. Aduh mbok ya hati-hati mang.

Mang lah kok bisa salah data. Kalau emang mau kritik, ya tolong cari data yang kredibel siapapun orang yang dikritik atau bahkan dipuji kalau dengan data yang salah, ya pasti gigit jari. Saya dulu pernah dicablakin soal tulisan di media saya oleh ketua yang katanya berpengaruh atas  perkumpulan wanita semahasiswa di sini, padahal data benar dan 100 persen absah, entah ada apa dibalik itu semua. Lah gimana yang salah data plus dikata-katain dengan kalimat yang pedas. Parahnya ini adik-adik kelas loh mang yang dikritik. Taukan hubungan antara adik kelas dan kaka kelas? Selain soal cinta, itu tidak akan harmonis. Oh jelas mereka akan dengan otomatisnya meledak, ibaratnya mang Maul ngelempar api ke gudang mesiu. Duaaar! Meledak sana-sini. Apalagi sebelum posting-an yang dihapus itu mang Maul mengkritik sebuah acara dari salah satu kekeluargaan di sini. Ya sudahlah, akan banyak yang melempar batu sembunyi tangan. Mang Maul selain benjol harus memadamkan apa-apa yang meledak. Soal salah data itu bisa dipolisikan loh mang. Saya saja baru sekarang berani menuliskan ini, setelah bertanya langsung ke beberapa anak Zaahera dan mang Maul sendiri.

Nah, wahai kalian Zaahera yang budiman. Mang Maul itu juga manusia,  butuh makan dan minum, juga butuh viewer di blognya, maksudnya butuh tempat berekspresi. Toh, maksud mang Maul juga baik, mengingatkan kita akan pentingnya menggunakan uang negara  secara tepat. Marah boleh, asal jangan cinta akhirnya. Eh,  maksudnya jangan persekusi gitu loh. Masa dia dichat  massal, kan sakit—liat sunat massal aja ngilu, ngga usahlah bilang munafik atau apalah kata-kata kasar itu, dan parahnya saya sempat dikabari seseorang bahwa mang Maul ingin dihabisi. Waduh kalau sampai dihabisi seperti itu sih berlebihan, ini 2018 hampir 2019—entah siapa nanti presidennya—dan masih ada yang mikir gitu? Hidup aja ama karang laut sono. Wajar kalau di Indonesia masih banyak kasus HAM yang abu-abu. Kita yang anak mudanya aja Barbar gini. Hukum hutan. Saya apresiasi dan acungkan jempol—ala pak Bondan—untuk semangat Zaahera menjadi yang terbaik. Ngga kaya angkatan saya, wong grup WAnya sekarang jadi grup jual beli, atau istilah kerennya randompost.
Tapi sekadarnya saja jika memang marah, tidak usah sampai berapi-api. Karena setelah api padam yang tersisa hanyalah abu penyesalan. Hitam, mudah hancur, dan tak akan kembali.

Ya lihat loh mang Maul sampai pergi menyindiri gitu, dan trauma bertemu dengan orang-orang. Coba kalian bayangkan potongan adegan di film Into The Wild ketika  Emile Hirsch pergi meninggalkan keluarganya, menyendiri di Alaska, hidup di sebuah bis rongsok yang dikelilingi salju, kemudian mati perlahan akibat memakan tumbuhan beracun. Apakah kalian tega? ~Hiks menyedihkan.

Sampai tulisan kontroversial itu dihapus kemudian Maulanaisme.com memposting lagi permintaan maaf menurut saya ini sudah cukup menjadi tugu perdamaian, kemudian menjadi lembaran baru bagi masing-masing kalian. Kembalilah rukun dan saling menyayangi. Sudahilah hura-hara ini. Jangan sampai seperti kasusnya Jessica Wongso dan kopi sianidanya, apalagi seperti kasus perdebatan tentang Lucinta Luna. Berepisode dan menjijikan.

Tapi dari kejadian ini memang banyak hikmahnya, dan beberapa hikmah yang saya bisa ambil adalah; pertama, teman-teman saya yang dulu jika bermain HP lebih suka ber-Instagram-ria, tiba-tiba mendadak menjadi pembaca literisasi onlain—jadi sedikit lebih bermanfaat kuotanya. Kedua, jujur banyak mahasiswa di sini yang mengira—termasuk saya juga—pendanaan Zaheera salah satunya didapat dari KBRI Kairo, dan ternyata itu salah. Ketiga, kaka Kelas tidak selalu menang jika adik kelas keroyokan, eh maksudnya bersatu, karena persatuan itu penting. Dan terakhir, saya baru tahu kalau Zaahera itu yang double “a”nya, bukan “e”nya. Hya hya hya


Terimakasih Zaahera dan Maulanaisme.com.